Cari Blog Ini

Minggu, 11 Maret 2012

Anda Dapat Ikut Memberantas Korupsi


Anda Dapat Ikut Memberantas Korupsi

OPINI | 11 January 2012 | 16:16Dibaca: 86   Komentar: 2   Nihil
Anda Dapat Ikut Memberantas Korupsi

Oleh:

PAULUS LONDO

LS2LP (Lembaga Studi Sosial, Lingkungan & Perkotaan)



Hingga kini korupsi masih menjadi penyakut akut bagi bagi Indonesia. Berbagai upaya pemberantasan korupsi, seakan saling berpacu dengan praktek-praktek korupsi yang merajalela di segala aspek kehidupan bangsa.

Di berbagai publikasi internasional Indonesia selalu di posisi atas dalam piramida korupsi internasional. Sudah sedemikian parahkah penyakit korupsi menggorogoti bangsa ini ?

Bagi pelaku, korupsi kerap memberikan kenikmatan sesaat, tapi tak jarang juga membawa penderitaan bagi pelaku dan keluarganya bila praktek korupsi itu terbongkar dan menghadapi tuntutan hukum.

Sudah terlalu sering pers memberitakan kehancuran suatu keluarga, karena salah satu anggota keluarga –khususnya orang tua sebagai figur yang diteladani dan pemberi nafkah– terseret kasus korupsi. Rumah tangga yang semula harmonis menjadi berantakan, kehormatan di mata publik tercampakkan oleh hujatan dan sumpah serapah masyarakat, dan lebih celaka, sang pelaku harus masa-masa suram di balik ruang penjara yang pengap.

Berbagai fasilitas dan kenikmatan hidup yang diperoleh melalui praktek korupsi, tentu menjadi tak berarti sama sekali, dan yang tersisa hanyalah penyesalan yang tak berujung, mengingat dalam perspektif hukum Indonesia, kini “dosa korupsi” menjadi dosa turun temurun yang bisa diwariskan kepada anak keturunan yang sebenarnya tidak ikut melakukan perbuatan nista itu.


Bisa Menyeret Siapa Saja

Korupsi bisa menimpa siapa saja, sebab setiap orang berpotensi menjadi pelaku sekaligus korban korupsi. Namun, berdasarkan kenyataan, elemen masyarakat yang paling rentan dari bahaya korupsi – terseret jadi pelaku dan terhukum—adalah para pejabat publik, aparat pemerintah, termasuk kalangan pelaku bisnis yang mengelola badan-badan usaha milik publik (BUMN/D).

Fenomena ini setidaknya tercermin dalam kurun waktu kurang dari sepuluh tahun, sudah puluhan bahkan ratusan pejabat (mantan pejabat) diajukan kepengadilan. Latar belakang sosial para terdakwa juga bervariasi dari mantan presiden dan keluarganya, mantan menteri, kepala badan usaha milik negara, gubernur, bupati, walikota, kepala dinas, anggota legislatif dan sebagainya, bahkan hingga pengurus Rukun Warga/Rukun Tetangga, Deretan pelaku korupsi yang bakal terseret jerat hukum tentu akan bertambah banyak, seiring dengan kuatnya tuntutan masyakat agar penanggulangan korupsi ditingkatkan dalam bentuk yang lebih efektif.

Menghadapi kecenderungan ini, tentu setiap orang –terutama kelompok rentan korupsi tersebut di atas– berusaha agar anggota keluarganya terhindar dari wabah penyakit korupsi.

Jadi masalah, korupsi sesungguhnya berakar pada nafsu yang kemudian menjadikan seseorang menjadi serakah mengejar kenikmatan hidup dengan jalan pintas dan melanggar hukum, seringkali bermula dari hal sepele, namun kemudian membesar karena mendapat stimulus dari orang-orang dekat. Beberapa studi mengenai korupsi menyimpulkan adanya kontribusi orang-orang dekat yang mendorong seorang pejabat melakukan korupsi. Boleh jadi mereka itu adalah Anak, Menantu, Ponakan, Isteri, Besan, Ipar, Saudara (AMPIBIS), yang karena kehidupan yang hedonis dan konsumtif kerap secara tidak sadar mendorong seseorang melakukan korupsi. Kesadaran –anggota keluarga—sering datang terlambat, yakni ketika masalah tersebut terlanjur menjadi perhatian publik dan pelaku masuk ke dalam perangkap hukum.

Disisi lain, anggota keluarga inti ini pula yang pada gilirannya harus menanggung berbagai resiko dari perbuatan korupsi, termasuk anak keturunan seiring dengan adanya “kewajiban ahli waris” mempertanggungjawabkannya


Jenis Korupsi Menurut U U

Berdasarkan pengamatan, para pelaku korupsi kerap tidak menyadari apa yang dia lakukan dapat menyeret dirinya ke dalam penjara karena merupakan perbuatan korupsi. Seorang pengelola proyek yang menerima hadiah dari kontraktor untuk memuluskan proyek, misalnya, sering beranggapan bahwa pemberian itu sebagai “berkat.’ Pada hal sesungguhnya merupakan perbuatan korupsi. Demikian pula seorang bupati yang suka mengotak-atik penggunaan dana APBD sehingga menyimpang dari peruntukkan sebenarnya, demi memperkaya diri sendiri, pada dasarnya telah melakukan korupsi.

Sejalan dengan tekad memerangi korupsi, maka beberapa tindakan yang bersifat koruptif, kini telah ditegaskan dalam UU No. 31 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan korupsi. Perbuatan dimaksud serta ancaman hukum yang dapat dikenakan kepada pelakunya antara lain:

01. Memperkaya diri sendiri/orang lain/korporasi yang secara melawan hukum dan dapat merugikan keuangan/perekonomian negara. Pelakunya dapat dikenai hukuman penjara seumur hidup, penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun, denda minimal Rp. 200 juta maksimal Rp. 1 milyar. Pelaku bisa juga dikenai hukuman Pidana Mati bila korupsi itu dilakukan pada keadaan tertentu, misalnya pada dana penanggulangan bencana, dana penanggulangan kerusuhan atau krisis ekonomi, atau dana penanggulangan korupsi, dan sebagainya. Biasanya yang jadi pelaku adalah perorangan atau korporasi.

02. Menyalahgunakan kewenangan/ kesempatan/ sarana yang ada padanya karena jabatan/ kedudukan untuk menguntungkan diri sendiri/orang lain yang dapat merugikan keuangan /perekonomian negara. Pelakunya dapat dikenai pidana penjara seumur hidup, atau minimal 1 dan maksimal 20 tahun penjara, dan denda minimal Rp. 50 juta maksimal Rp. 1 milyar. Biasanya yang jadi pelaku adalah perorangan atau korporasi.

03. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri/penyelenggara negara supaya mau berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya atau tidak dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannnya. Pelaku dapat dikenai pidana penjara minimal 1 tahun maksimal 5 tahun, denda minimal Rp. 50 juta maksimal Rp. 250 juta. Biasanya yang jadi pelaku adalah perorangan atau korporasi. Namun pegawai negeri/pejabat negara yang menerima pemberian janji juga dipidana karena dianggap menerima suap.

04. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim untuk mempengaruhi putusan perkara. Tindakan ini dapat dipidana penjara minimal 3 tahun maksimal 15 tahun penjara, denda minimal Rp. 150 juta maksimal Rp. 750 juta. Biasanya yang jadi pelaku adalah perorangan atau korporasi, namun hakim atau advokat yang menerima pemberian janji juga dipidana dianggap menerima suap.

05. a. Melakukan pembangunan atau menyerahkan bahan bangunan secara curang yang dapat membahayakan keamanan orang/barang atau keselamatan negara dalam keadaan perang. b. Menyerahkan barang keperluan TNI atau Polri secara curang, yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang. Perbuatan ini dapat dipidana penjara minimal 2 tahun maksimal 7 tahun dan denda minimal Rp. 100 juta maksimal Rp. 350juta. Biasanya pelaku pidana adalah para pemborong, ahli bangunan, penjual barang bangunan, dilakukan oleh perorang atau korporasi. Pengawas dan penerima barang yang sengaja membiarkan terjadinya perbuatan curang tersebut juga dapat dipidana.

06. Menggelapkan uang atau surat berharga, atau membiarkan barang tersebut diambil/digelapkan atau membantu menggambil/ menggelapkan. Ancaman hukuman, penjara minimal 3 tahun maksimal 15 tahun dan denda minimal Rp. 150 juta maksimal Rp. 750 juta. Pelaku biasanya dari kalangan pegawai negeri, namun non pegawai negeri juga dapat dipidana.

07. Memalsu buku-buku atau daftar-daftar khusus untuk administrasi. Ancaman hukuman Penjara minimal 1 tahun maksimal 5 tahun, denda minimal Rp. 50 juta maksimal Rp. 250 juta. Pelaku biasanya dari kalangan pegawai negeri, namun non pegawai negeri juga dapat dipidana.

08. Menggelapkan, menghancurkan, membuat tak dapat dipakai, merusak alat bukti dan atau membiarkan atau membantu orang lain menggelapkan, menghancurkan, membuat tak dapat dipakai, merusak alat bukti. Pelaku dapat dikenai ancaman pidana penjara minimal 2 tahun maksimal 7 tahun, dan denda minimal Rp. 100juta maksimal Rp. 350juta. Biasanya pelaku korupsi ini adalah kalangan pegawai negeri, namun non pegawai negeri juga dapat dipidana.

09. Menerima hadiah atau janji karena kewenangan/ kekuasaan jabatannya. Pelaku dapat diganjar hukuman penjara minimal 1 tahun maksimal 5 tahun denda minimal Rp. 50 juta maksimal Rp. 250 juta. Pelaku yang umumnya dari pegawai negeri atau pejabat negara dianggap menerima suap.

10. Menerima hadiah atau janji supaya melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannnya. Pelaku dapat dipidana penjara maksimal seumur hidup minimal 4 tahun, denda minimal Rp. 200 juta maksimal Rp. 1 milyar. Pelaku yang umumnya dari pegawai negeri atau pejabat negara dianggap menerima suap.

11. Menerima hadiah atau janji karena melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannnya. Pelaku dapat dipidana penjara maksimal seumur hidup minimal 4 tahun, denda minimal Rp. 200 juta maksimal Rp. 1 milyar. Pelaku yang umumnya dari pegawai negeri atau pejabat negara dianggap menerima suap.

12. Menerima hadiah atau janji yang diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara. Pelaku dapat dipidana penjara maksimal seumur hidup minimal 4 tahun, denda minimal Rp. 200 juta maksimal Rp. 1 milyar. Pelaku yang umumnya adalah hakim, namun pemberi juga dapat dihukum karena penyuapan.

13. Menerima hadiah atau janji yang diberikan untuk mempengaruhi nasehat yang akan diberikan. Pelaku dapat dipidana penjara maksimal seumur hidup minimal 4 tahun, denda minimal Rp. 200 juta maksimal Rp. 1 milyar. Pelaku yang umumnya adalah advokat/pengacara, namun pemberi juga dapat dihukum karena penyuapan.

14. a. Menyalahgunakan kekuasaan untuk menguntungkan diri sendiri, atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu, membayar, menerima pembayaran dengan potongan, atau mengerjakan sesuatu. b. Meminta, menerima, memotong pembayaran seolah-olah merupakan utang. c. Meminta, menerima pekerjaan atau barang seolah-olah merupakan utang. d. Menggunakan tanah negara (di atasnya ada hak pakai) seolah-olah sesuai peraturan perundang-undangan pada hal bertentangan dan merugikan orang yang berhak. e. Turut serta dalam pemborongan, pengadaan atau persewaan, padahal tugasnya mengawasi. f. Menerima gratifikasi karena jabatannya yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya. Pelaku dapat dipidana penjara seumur hidup, atau penjara minimal 4 tahun maksimal 20 tahun dan denda minimal Rp. 200 juta maksimal Rp. 1 milyar. Pelaku umumnya adalah pegawai negeri, militer, atau pejabat penyelenggara negara. Penerima dianggap menerima suap dan pemberi dianggap menyuap.

15. Memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri (juga militer) karena jabatan atau kedudukannya. Pelaku dapat dipidana penjara maksimal 3 tahun dan denda maksimal Rp. 150 juta karena dianggap melakukan penyuapan. Pelaku umumnya perseorangan atau korporasi.


Peran Serta Masyarakat

Pemberantasan korupsi yang sudah sedemikian mewabah, tentu tidak mudah. Apalagi dengan pendekatan parsial dan tindakan sporadis. Karena itu perlu peran serta masyarakat. Dalam konteks itu pula, masyarakat perlu mengetahui apa saja perbuatan yang masuk kategori korupsi seperti dimaksud dalam undang-undang.

Dengan mengetahui kategori perbuatan korupsi, maka menjadi hak dan kewajiban masyarakat untuk mencari, memperoleh dan memberikan informasi bila mengetahui adanya perbuatan-perbuatan seperti dipaparkan di atas. Tegasnya, masyarakat berhak dan wajib melaporkan perbuatan korupsi itu kepada penegak hukum (Polisi, Hakim, Jaksa, Advokat) atau kepada Komisi Pemberantasan Korupsi. Selain itu, masyarakat dapat menyampaikan informasi kepada pers agar pelaku korupsi dapat dijadikan musuh bersama.

Perlawanan masyarakat terhadap koruptor dapat dilakukan dengan cara:

a. Mengasingkan dan atau menolak keberadaan koruptor, mengihindari pergaulan dengannya (kendati ia banyak uang), memasukkan namanya ke dalam daftar hitam, dan tidak memilih pejabat atau pemimpin yang terlibat korupsi.

b. Melakukan pengawasan dan mendukung terciptanya lingkungan yang anti korupsi.

c. Melaporkan bila mengetahui adanya gratifikasi dan penyuapan serta penyelewengan yang terjadi dalam penyelenggaraan pemerintahan dan berani memberikan kesaksian dalam pemeriksaan perkara korupsi.

d. Konsekuen dan berani bertanggung jawab dalam menggunakan hak dan kewajibannya di dalam hukum. Tidak asal lapor dan memfitnah orang. Mendukung proses hukum, baik terhadap orang lain maupun bagi dirinya sendiri.

Secara sederhana, peran masyarakat tersebut dapat dirumuskan dalam beberapa kata yakni: Lawan – Selidiki – Laporkan Pelaku Korupsi !!!. (LS2LP)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar