Cari Blog Ini

Minggu, 11 Maret 2012

DIMENSI POLITIK HUKUM DALAM MENSYAR’IKAN UNDANG-UNDANG DI INDONESIA





                                                    DIMENSI POLITIK HUKUM
                             DALAM MENSYAR’IKAN UNDANG-UNDANG DI INDONESIA

A. PENDAHULUAN
Dimensi ilmu hukum hakikatnya amat luas. Diibaratkan sebuah ‘pohon”, hukum
adalah sebuah pohon besar dan rindang yang terdiri akar, daun, ranting, dahan, batang dan
buah. Karena begitu lebatnya hukum tersebut dapat dikaji perspektif asasnya, sumbernya,
pembedaaannnya, penggolongannya, dan lain sebagainya. Apabila dikaji dari perspektif
penggolongannya hukum yang diklasifikasian berdasarkan sumbernya, bentuknya, isinya,
tempat berlakunya, masa berlakunya, cara mempertahankannya, sifatnya dan berdasarkan
wujudnya.
Dikaji dari perspektif pembagian hukum berdasarkan isimya maka dikenal klasifikasi
hukum publik dan hukum privat. Lebih lanjut, menurut ketentuan doktrin ketentuan  hukum
publik merupakan yang mengatur ketentuan kepentingan umum (algemene blangen)
sedangkan ketentuan hukum privat mengatur kepentingan perorangan (bezondere belangen)
2
 .
Ditinjau dari aspek fungsinya maka salah ruang lingkup hukum publik  adalah hukum pidana
yang secara esensial dapat dibagi menjadi hukum pidana materiil (matereel strafrecht) dan
hukum pidana formal (formeel strafrecht) sedangkan hukum privat dapat dibagi menjadi
menjadi hukum perdata formil dan hukum perdata materiil.
Lord Radcliffe, dalam “The Law and Its Compass” (1961) mengatakan:
“you will not mistake my meaning or suppose that I depreciate one
                                                        
1
 Mukhrom, S.HI, Hakim Pengadilan Agama Bengkayang, Kalimantan Barat
2
 Lilik Mulyadi, Politik Hukum dalam Kebijakan Legislasi pembalikan terhadap beban Pembuktian terhadap
Kesalahan dan Harta kekayaan Pelaku Tindak Pidana Korupsi, Varia Peradilan Majalah Hukum Tahun XXVII No.
302 Januari 2011, IKAHI 2
of the great humane studies of I say that we cannot learn law by
learning law. If it is to be anything more that just a technique it is to
be so much more than it self : a part of history, a part of economics
and sociology, a part of ethicks and a philosophy of life.”
Jadi ilmu hukum itu bagian dari sejarah, bagian dari ekonomi dan sosiologi, bagian
dari etika dan falsafah hidup bangsa. Erman Rajagukguk berpendapat bagi Indonesia tidak
mungkin diciptakan atau disusun satu ilmu hukum Indonesia yang uniform karena alasan
sejarah, pluralisme masyarakat. Indonesia dan Indonesia bagian dari masyarakat global.
3
Sunaryati Hartono mengemukakan Hukum itu merupakan tujuan, akan tetapi hanya
merupakan jembatan, yang harus membawa kita kepada ide-ide yang dicita-citakan.
4
Negara Indonesia merupakan negara dengan penduduk mayoritas beragama Islam dan
merupakan salah satu negara dengan penduduk muslim  terbesar di dunia, sehingga wajar
kalau negara ikut campur dan memiliki berbagai kepentingan untuk mengatur hajat hidup
penduduk muslim, ternyata upaya tersebut tidak mudah mengingat Indonesia merupakan
negara dengan penduduk heterogen dengan berbagai macam budaya dan bekas jajahan
Belanda yang turut andil dalam menghambat pengembangan Hukum Islam di Indonesia.
Syariat Islam atau hukum Islam adalah hukum dan aturan Islam yang mengatur
seluruh sendi kehidupan umat manusia, baik umat Islam maupun non Islam. Selain berisi
hukum dan aturan, Syariat Islam juga berisi penyelesaian masalah seluruh kehidupan ini.
Maka oleh sebahagian penganut Islam, Syariat Islam  merupakan panduan menyeluruh dan
sempurna seluruh permasalahan hidup manusia dan kehidupan dunia ini.
5
Hukum diperlukan untuk menata sebuah pemerintahan yang bersih, dan sebaliknya
pemerintahan yang bersih merupakan pemerintahan yang menegakan supermasi hukum
sebagai pedoman dalam menjalankan amanat dan kehendak rakyat yang berlangsung secara
                                                        
3
Erman Rajagukguk,  ILMU HUKUM INDONESIA: PLURALISME, Disampaikan pada Diskusi Panel dalam rangka
Dies Natalis IAIN Sunan Gunung Djati, Bandungke-37, 2 April 2005
4
 Sunaryati Hartono,  Politik Hukum menuju Satu sistem Hukum Nasional, (Bandung : Alumni) 1991.
5
 http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_Islam 3
konstitusional. Oleh sebab hukum harus sejalan dengan kondisi sosial budaya dan ekonomi
rakyat dalam negara tersebut sehingga disinilah negara berkepentingan dalam menerapkan
hukum dengan mempertimbangkan juga kaum minoritas tanpa membeda-bedakan SARA,
akan tetapi negara harus memperhatikan kaum muslimin yang merupakan penduduk terbesar
di Indonesia.
 Hal serupa yang terjadi dan perlu dicermati adalah berkembangnya masyarakat dan
dinamikanya menuntut adanya reformasi di segala bidang, terutama pada bidang pelayanan
publik oleh para birokrat yang merupakan pokok dari upaya memajukan pembangunan
bangsa dan negara Indonesia. Pemerintah sebagai pelaksana Undang-undang harus mampu
menjalankan amanah konstitusi demi menciptakan perubahan yang positif dalam
pembangunan.
B. Perumusan Masalah
 Negara Indonesia merupakan negara dengan mayoritas penduduknya beragama Islam
akan tetapi dalam menerapkan Hukum Islam tidak bisa dijalankan sepenuhnya dan banyak
aral melintang yang menjadi hambatan terbentuknya Hukum Islam di Indonesia. Peran
ekesekutif, legislatif dan yudikatif sangat diperlukan untuk pembentukan dan menerapkan
Hukum Islam di Indonesia walaupun tidak secara kaffah (menyeluruh) minimal hukum Islam
diterapkan secara bertahap dengan tahapan-tahapan rasional terhadap umat Islam di
Indonesia. Undang-Undang yang mana merupakan landasan awal dan dasar dalam
pembentukan dan dasar hukum Islam tidaklah mudah dalam pembentukannya di Indonesia
sebagai contoh pembentukan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peadilan Agama
tidaklah mudah terbentuk banyak pihak yang berusaha menggagalkan terbentuknya UndangUndang tersebut dengan alasan dan berbagai kepentingan. Dari berbagai macam masalah
diatas beberapa masalah yang akan dibahas dalam makalah ini : 4
1. Bagaimana dimensi politik hukum dalam pembentukan Hukum Islam?
2. Bagaimana upaya mensyari’kan Undang-Undang di Indonesia?
C. Politik Hukum Dalam Pembentukan Hukum Islam.
 Dalam perspektif etimologis, politik hukum merupakan terjemahan bahasa Indonesia
dari istilah hukum Belanda rechtspolitiek, yang merupakan bentukan dari dua kata rechts dan
politiek. Dalam bahasa Indonesia kata Recht berarti hukum,  kata hukum berasal dari kata
arab  hukm (kata jamaknya  ahkam) yang berari putusan (judgement, verdict, decision),
ketetapan (provision), perintah (command), pemerintah  (governant), kekuasaan  (authority,
power), hukuman  (sentence).
6
  Adapun dalam kamus bahasa Belanda yang ditulis oleh
Vander Tas, kata politiek mengandung arti beleid. Kata beleid sendiri dalam bahasa Indonesia
berati kebijakan (policy). Dari penjelasan itu bisa dikatakan bahwa politik hukum secara
singkat adalah kebijakan hukum, adapun kebijakan sendiri dalam kamus Besar Bahasa
Indonesia berarti rangkaian, konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana
dalam melaksanakan suatu pekerjaan, kepemimpinan dan cara bertindak. Dengan kata lain
politik hukum adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana
dalam pelaksaaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak dalam bidang hukum.
7
Dalam perspektif terminologis, LJ. van Appeldoorn dalam bukunya Pengantar Ilmu
Hukum menyebut dengan istilah politik perundang-undangan.
8
 Pengertian yang demikian
dapat dimengerti mengingat bahwa di Belanda hukum dianggap identik dengan undangundang; hukum kebiasaan tidak tertulis diakui juga  akan tetapi hanya apabila diakui oleh
                                                        
6
 Imam Syaukani dan A. Ahsin Thohari, Dasar-dasar Politik Hukum, (Jakarta :Raja Grafindo), 2008
7
 Ibid
8
 LJ. van Appeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum (terjemahan Supomo), (Jakarta: Pradnya Paramitha), cet. Ke-18,
1981, hlm. 390. 5
Undang-undang.
9
 Politik hukum juga dikonsepsi sebagai kebijaksanaan negara untuk
menerapkan hukum.
10
 
Padmo Wahjono mengatakan politik hukum adalah kebijakan penyelenggara negara
yang bersifat mendasar dalam menentukan arah, bentuk maupun dari isi hukum yang akan
dibentuk dan tentang apa yang menjadi kriteria untuk menghukumkan sesuatu. Dengan
demikian, politik hukum menurut padmo wahyono berkaitan dengan hukum yang berlaku di
masa datang (ius constituendum).
11
Teuku Muhammad Radhie mengkonsepsi politik hukum sebagai pernyataan kehendak
penguasa negara mengenai hukum yang berlaku di wilayah suatu Negara dan mengenai arah
kemana hukum hendak dikembangkan.
12
 Konsepsi lain tentang politik hukum dikemukakan
oleh Abdul Hakim Garuda Nusantara yang menyatakan bahwa politik hukum sama dengan
politik pembangunan hukum.
13
 Pendapat Abdul Hakim Garuda Nusantara berikutnya diikuti
oleh Moh. Mahfud MD yang menyebutkan bahwa politik  hukum adalah  legal policy yang
akan atau telah dilaksanakan secara nasional oleh Pemerintah Indonesia.  Legal policy ini
terdiri dari: pertama, pembangunan hukum yang berintikan pembuatan dan pembaruan
terhadap materi-materi hukum agar dapat sesuai dengan kebutuhan.
Dalam literatur kitab-kitab ulama salaf, para pakar Hukum Islam tidak menggunakan
istilah kata Hukum Islam,yang biasa dipergunakan adalah syariat Islam. Hukum syara, Fiqh,
syariat dan Syara. Kata hukum Islam baru muncul ketika para orientalis barat mulai
                                                        
9
 A.S.S. Tambunan, Politik Hukum Berdasarkan UUD 1945, (Jakarta: Puporis Publishers, 2002), hlm. 9.
10
 David Kairsy (ed). The Politics of Law, A Progressive Critique, (New York: Pantheon Books,1990)
11
 Imam Syaukani, op cit.
12
 Teuku Muhammad Radhie dalam majalah PRISMA, no. 6 tahun keI-II, Desember 1973
13
 A.S.S. Tambunan, Ibid. Lihat referensi aslinya Abdul Hakim Garuda Nusantara, Politik Hukum Indonesia,
(Jakarta: YLBHI,) 1988. 6
mengadakan penelitian terhadap ketentuan syariat isla dengan term ‘Islamic law’ yang secara
harfiah disebut Hukum Islam.
Para ahli masih berbeda pendapat dalam memberi arti Hukum Islam, sebagian
mengartikan Hukum Islam merupakan pedoman moral, bukan hukum dalam pengertian
hukum modern. Pendapat ini dikemukakan oleh Muhammad Khalid bin Mas’ud bahwa
hukum Islam  itu adalah “a system of ethical or moral rules”. Hal ini sesuai dikemukakan
oleh Joseph schacht bahwa tujuan Muhammad ditunjuk  menjadi nabi bukan menciptakan
suatu sistem hukum baru, melainkan mengajar manusia untuk bertindak, apa yang harus
dilakukan, apa yang harus ditinggalkan agar selamat pada hari pembalasan dan bagaimana
cara agar masuk surga.begitu juga dikemukakan oleh Asaf A.A. Fyzee bahwa Hukum Islam
tidak lain common of Law yakni keseluruhan dari perintah-perintah  tuhan yang meliputi
seluruh tindak tanduk manusia. Jadi hukum Islam itu tidak dapat dikatakan hukum dalam arti
Hukum modern.
14
Disamping pemikiran seperti dikemukan diatas, sebagian ahli hukum lain menyatakan
hukum Islam adalah hukum dalam tatanan modern. Hal ini dapat dilihat bahwa muatan yang
terdapat dalam hukum Islam mampu menyelesaikan segala persoalan dalam masyarakat yang
tumbuh dan berkembang sejak ratusan tahun yang lalu. Hukum ini dapat memenuhi aspirasi
masyarakat bukan hanya masa kini tetapi juga dapat  dijadikan sebagai bahan acuan dalam
mengganti pertumbuhan ekonomi, politik dan sosial sekarang maupun yang akan datang.
Amin Syarifudin mengemukakan, pengertian Hukum Islam. Perlu lebih dahulu kata
‘hukum’ dalam Bahasa indonesia dan kemudian kata hukum itu disandarkan kepada “Islam”.
Pengertian “hukum’ secara sederhana adalah seperangakat peraturan tentang tingkah laku
                                                        
14
 Abdul Manan, Hukum Islam Persoalan Masa Kini dan Harapan Masa Depan dalam Bingkai Pluralisme Bangsa,
Jurnal Mimbar Hukum, edisi No. 72, 2010, PPHIMM.  7
yang diakui sekelompok masyarakat, disusun orang orang-orang yang diberi wewenang oleh
masyarakat itu, berlaku dan mengikat untuk seluruh anggotanya. Bila kata hukum digabung
dengan kata Islam atau syara maka hukum Islam berarti seperangkat aturan berdasarkan
wahyu Allah dan Sunnah Rosul tentang tingkah laku manusia mukallaf yang diakui dan
diyakini mengikat untuk semua manusia yang beragama Islam.
15
Hasbi Ash Shiddieqie mengemukakan bahwa hukum Islam memiliki tiga karakter
yang merupakan ketentuan yang tidak berubah, yaitu :
1. Takammul yaitu sempurna, bulat dan tuntas.maksudnya bahwa Hukum Islam
membentuk umat dalamsegala ketentuan yang bulat, walaupun berbeda-beda bangsa
dan berlainan suku tetapi mereka satu kesatuan tidak terpisahkan, utuh harmoni, dan
dinamis.
2. Wasathiyah (harmoni) yakni Hukum Islam menempuh jalan tengah, jalan yang
seimbang dan tidak memihak sebelah. Hukum Islam selalu menyelaraskan diantara
kenyataan dan  fakta dengan ideal dan cita-cita.
3. Harakah  (dinamis). Yakni Hukum Islam yakni memiliki kemampuan bergerak dan
berkembang, mempunyai daya hidup dan membentuk diri sesuai dengan
perkembangan dan kemajuan zaman. Hukum Islam terpencar dari sumber yang luas
dan dalam, yang memberikan kepada manusia sejumlah  hukum positif dan dapat
dipergunakan setiap tempat dan waktu.
16
Indonesia merupakan negara dengan kondisi masyarakat yang pluralistik dan
heterogen serta menghendaki masyarakat yang seimbang, maka setiap masalah dan
kebijaksanaan hukum perlu diteliti kasus demi kasus, sehingga penyemarataan bagi semua
                                                        
15
 Ibid
16
 Ibid  8
kasus hukum, apalagi bagi semua daerah hukum dan bidang hukum akan mengaakibatkan
ketidakadilan.
Dalam mengakomodir setiap kepentingan di seluruh wilayah Republik Indonesia dan
lapisan masyarakat Indonesia yang pluralistik yang  heterogen dibutuhkan Hukum Islam
untuk mengakomodir penduduk Indonesia beragama Islam dengan tetap memperhatikan yang
minoritas sehingga tidak terjadi suatu konflik secara horizontal antara masyarakat.
Politik hukum nasional adalah kebijakan dasar penyelenggara negara (Republik
Indonesia) dalam bidang hukum yang akan, sedang dan telah berlaku di masyarakat untuk
mencapai tujuan negara yang dicita-citakan. Dari pengertian tersebut ada lima agenda yang
dicita-citakan dalam politik hukum nasional, yaitu (1) masalah kebijakan dasar yang meliputi
konsep dan letak; (2) penyelenggara negara pembentuk kebijakan dasar tersebut; (3) materi
hukum yang meliputi hukum yang akan, sedang, dan telah berlaku;(4) proses pembentukan
hukum; (5) tujuan politik hukum nasional.
17
Dalam kosideran Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 2004 Tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dikemukakan :
a. bahwa pembentukan peraturan perundang-undangan merupakan salah satu syarat dalam
rangka pembangunan hukum nasional yang hanya dapat terwujud apabila didukung oleh
cara dan metode yang pasti, baku, dan standar yang  mengikat semua lembaga yang
berwenang membuat peraturan perundang-undangan;
b. bahwa untuk lebih meningkatkan koordinasi dan kelancaran proses pembentukanan
peraturan perundang-undangan, maka negara Republik  Indonesia sebagai negara yang
                                                        
17
 Imam Syaukani, op cit  9
berdasar atas hukum perlu memiliki peraturan mengenai pembentukan peraturan
perundang-undangan;
Dan juga dikemukakan dalam Pasal 53 Undang-Undang tersebut memberi amanat
kepada pemerintah akan kepentingan orang-orang yang diluar garis pemerintahan yaitu :
Pasal 53
Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan atau
pernbahasan rancangan undang-undang dan rancangan peraturan daerah.
Tujuan  penegakan hukum tidak bisa dilepas dari hidup bernegara dan bermasyarakat
yang tidak bisa dilepaskan  dari nilai-nilai dan falsafah hidup masyarakat itu sendiri, yakni
keadilan (juctice), dengan demikian penegakan hukum yang berkeadilan dimaksudkan untuk
mewujudkan  kebahagian dan kesejahteraan lahir dan batin dalam kehidupan bersama.
Indonesia yang berdasarkan Pancasila adalah  religios nation state, bukan negara
agama (yang menganut satu agama tertentu), dan bukan negara sekuler (yang hampa agama).
Indonesia adalah negara kebangsaan yang religius yang menjadaikan agama sebagai dasar
moral dan sumber hukum materiil dalam penyelenggaraan negara dan kehidupan
masyarakatnya. Dalam bidang hukum negara Pancasila menggariskan empat kaidah penuntun
hukum nasional. Pertama, hukum-hukum di Indonesia harus menjamin integrasi atau
keutuhan bangsa dan karenanya tidak boleh ada hukum yang diskriminatif berdasarkan ikatan
primordial. Kedua, hukum harus diciptakan secara demokratis dan nomokratis berdasarkan
hikmah kebijaksanaan. Pembuataanya harus menyerap dan melibatkan aspirasi rakyat dan
dilakukukan dengan cara hukum atau prosedural dan fair. Ketiga, hukum harus mendorong
terciptanya keadilan sosial. Keempat, tidak boleh ada hukum publik (mengikat komunitas
yang ikatan primordialnya beragam) yang didasarkan  pada ajaran agama tertentu sebab
negara Hukum Pancasila mengharuskan tampilnya hukum yang menjamin toleransi hidup 10
beragama yang beradab.
18
  Dalam konsepsi demikian, syariat Islam (sampai pada hukum dan
fiqihnya) dapat menjadi sumber hukum bersama dengan sumber-sumber lainnya yang sudah
lama hidup sebagi kesadaran hukum masyarakat Indonesia.
D. Upaya Mensyar’ikan Undang-Undang di Indonesia
Pensyar’ian peraturan perundang-undangan sesungguhnya bukan hal baru dalam
percaturan politik hukum di Indonesia. Pasal 29 Undang-Undang Dasar 1945 memberi
peluang untuk melakukan itu. Hanya, upaya pensyar’ian itu tidak segampang yang
dibayangkan orang. banyak Perda berlabel syariah yang kurang strategis, sebenarnya belum
prioritas dan bertentangan dengan sistem hukum nasional, beberapa hal yang harus
diperhatikan jika ingin mensyar’ikan peraturan perundang-undangan. Bila hal ini diabaikan,
bukan hanya mendapat pertentangan dari masyarakat, peraturan perundang-undangan itu juga
dapat dibatalkan melalui uji materiil di Mahkamah Konstitusi atau Mahkamah Agung. Jika
bertentangan dengan konstitusi dapat dilakukan  judicial review MK dan jika bertentangan
dengan Undang-Undang dapat di-judicial review di Mahkamah Agung.
Untuk mensyar’ikan peraturan perundang-undangan, hal pertama yang harus jadi
perhatian ialah sistem hukum yang berlaku di negeri ini. UUD 1945 hasil amandemen,
khususnya pasal-pasal mengenai hak asasi manusia, adalah tolok ukur utama. Setelah itu
adalah UU 10/2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan UU 17/2007
tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025. Saat ini semua
produk hukum di Indonesia harus memperhatikan HAM,  kesetaraan gender dan anti
diskriminasi, Hal kedua yang harus diperhatikan ialah nilai yuridis keagamaan. “Apakah
                                                        
18
 Moh. Mahfud MD, Politik Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional, Varia Peradilan majalah Hukum
Tahun XXV no. 290 Januari 2010 (Ikahi :jakarta) 11
masalah yang diatur dalam peraturan perundang-undangan itu bersifat fiqhiyah yang
ijtihadiyah atau sudah menjadi bagian integral dari fondasi agama,. Satu hal lagi yang mesti
diperhatikan ialah nilai sosiologis. “Apakah secara prioritas sudah dibutuhkan masyarakat
atau belum,. Sebagai contoh Sebuah daerah membuat Perda tentang pakaian yang islami.
Seluruh pegawai muslimah di daerah itu diharuskan mengenakan rok panjang. Pegawai
muslimah yang mengenakan celana panjang mendapat teguran. “Aturan ini tidak pas karena
para pegawai itu kebanyakan berangkat kerja naik sepeda motor. Kalau disuruh pakai rok
panjang, tentu jadi repot,” . hal ini dikemukakan oleh Mukhtar Zamzami.
19
Meski mensyar’ikan peraturan perundang-undangan memerlukan jalan berliku,
akademisi dan praktisi syariah tidak boleh pesimis. Peluang itu tetap terbuka dengan caracara damai dan tidak melakukan kekerasan.
Akan tetapi upaya tersebut tidaklah mudah, masih kuatnya pengaruh Teori Receptie
yang dibawa oleh Snouk Hurgronje memulai dengan pkiran baru tentang Hukum Islam yang
mengemukakan bahwa sebenarnya yang berlaku di Indonesia  adalah Hukum Adat asli dan
didalam Hukum Adat itu memang masuk sedikit-dikit pengaruh Hukum Islam. Lebih lanjut
menngemukakan bahwa Hukum Islam baru mempunyai kekuatan hukum kalau sudah
diiterima Hukum Adat, jika Hukum Islam diberlakukan  maka hukum tersebut tidak
dinamakan Hukum Islam tapi Hukum adat. Paham ini memang keliru tetapi tampaknya
kekeliruan itu disengaja dalam rangka sistematis melelemahkan hukum Islam di Indonesia.
Pengembosan opini melalui jalur agama, budaya dan Hak Asasi Manusia (HAM)
selalu mencoba memberangus keberadaan Hukum bila dijadikan Undang-Undang.
                                                        
19
 Mukhtar Zamzami, Jalan Berliku Mensyar’ikan Undang-Undang, Badilag.net, Senin, 24 Januari 2011 10:39 12
Penundingan dan fitnah yang dilontarkan kepada para pemikir dan ahli hukum Islam
cenderung memojokan akan kehendak berdirinya Negara Islam di Indonesia ini.
Hal ini mengemuka ketika akan disahkannya Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008
tentang Pornografi Sehingga hal tersebut memicu pro kontra sebagaimana munculnya
kontraversi terhadap dengan dihembuskannya Islamisasi hukum pidana Indonesia. Penolakan
terhadap RUU KUHP sama gencarnya dengan penolakan UU Pornografi tersebut.
Memang tidak bisa dipungkiri bahwa ide awal dari pembentukan UU Pornografi
berasal dari usulan Majelis Ulama Indonesia (MUI) khusus pada Komisi Hukum Dan Politik
Wanita Islam Pusat. Dapat pula dipahami akan kekhawatiran pandangan dari golongan yang
kontra terhadap Undang-Undang tersebut.
Rocky Marbun
20
  mengemukakan Kondisi tersebut terbentuk dikarenakan adanya
beberapa permasalahan yang menjadi penyebab, yaitu antara lain:
1.             Perubahan Nilai-Nilai Dalam Masyarakat
Mengapa dalam kurun waktu sekian puluh tahun masyarakat mengalami perubahan
dalam mempertahankan norma-norma yang hidup di dalam masyarakat itu sendiri?
Menurut Dr. Soerjono Soekanto, SH, MA, beliau mengatakan perubahan-perubahan
sosial yang di dalam suatu masyarakat dapat terjadi oleh karena bermacam-macam sebab.
Sebab-sebab tersebut dapat berasal dari masyarakat  itu sendiri (intern) muapun dari luar
masyarakat (ekstern). Sebagai sebab-sebab  intern  antara lain dapat disebutkan misalnya
pertambahan penduduk; penemuan-penemuan baru; pertentangan (conflict); atau mungkin
karena terjadinya suatu revolusi. Sebab-sebab  ekstern dapat mencakup sebab-sebab yang
berasal dari lingkungan alam fisik, pengaruh kebudayaan lain, peperangan dan seterusnya.
Suatu perubahan dapat terjadi dengan cepat apabila  suatu masyarakat lebih sering terjadi
                                                        
20
Rocky Marbun,  Faktor Penghambat Dalam Menerapkan Konsep Hukum Pidana Islam Dalam Penegakan Hukum
Terhadap Tindak Pidana Pornografi, http://forumduniahukum.blogspot.com/2010/11/faktor-penghambat-dalammenerapkan.html13
kontak komunikasi dengan masyarakat lain, atau telah mempunyai sistem pendidikan yang
maju.
Dikarenakan terdapatnya perubahan norma-norma sosial dalam masyarakat sehingga
ketentuan-ketentuan yang termuat di peraturan perundang-undangan dengan mengkaitkan
norma sosial sebagai indikasi adanya pelanggaran hukum sudah tidak dapat menjerat para
pelaku tindak pidana pornografi.
Sehingga betapa tepatnya ungkapan oleh Syekh Muhammad Al-Ghozali, yang
mengatakan bahwa “Jika kita telah sepakat bahwa TBC adalah penyakit, tentulah kita tidak
akan berselisih tentang sebab-sebab penularannya. Demikian pula jika kita telah sepakat
bahwa zina adalah perbuatan keji, tentulah kita tidak akan berselisih tentang pencegahan
semua bentuk pamer aurat (tabarruj) dan propaganda ke arahnya yang akan menyebabkan
terjadinya perzinaan tersebut.
2.             Pemahaman Yang Keliru Terhadap Hukum Islam
Adanya pemahaman yang keliru terhadap hukum Islam sehinga sering kali umat
Islam sendiri menjadi penentang akan diterapkannya  konsep hukum Islam ke dalam Sistem
Hukum di Indonesia.
Dalam menyampaikan maksud dan kehendak dari sistem  hukum Islam tidak dapat
hanya menggunakan pendekatan fiqh semata namun juga harus melalui pendekatan fiqh
dakwah. Maka tidak heran bila masyarakat Indonesia  yang mayoritas umat Islam pun
menolak adanya konsep hukum Islam.
Wajah yang ditampilkan terhadap hukum Islam sebagi  contoh dalam hukum pidana
semata yang selalu berkaitan dengan rajm, cambuk dan hukuman mati. Namun tidak pernah
diungkapkan secara lugas dan transparan mengenai hikmah-hikmah di balik pemidanaan
tersebut. 14
Al Qur’an sebagai kitab petunjuk untuk seluruh manusia maka Al-Qur'an sudah pasti
memuat prinsip-prinsip hukum yang sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan budaya
masyarakat itu sendiri. Adanya prinsip yang dibangun oleh al-Qur'an mengindikasikan bahwa
tidak semua kasuistik yang terjadi dapat diserap melalui pernyataan-pernyataan ayat.
3.             Perbedaan Mahzab Di Dalam Islam
Permasalahan pelik yang sering kali terjadi sehingga terjadi pergesekan di dalam
masyarakat Islam khususnya di Indonesia, adalah selalu berkaitan dengan kepada Mahzab
mana ia menundukkan dirinya dalam menjalankan ibadah kepada Allah SWT. Sehingga
perbedaan tersebut tentu pada akhirnya akan pula menimbulkan kendala yang cukup serius.
Sungguh suatu pelajaran yang berharga bagi kita semua apabila kita memperhatikan
bersama dengan apa yang telah terjadi pasca-kemenangan Afghanistan terhadap penjajahan
(Uni Sovyet) yang melanda negerinya selama berabad-abad.
Tarik ulur mengenai Mahzab mana yang akan diterapkan ke dalam konstitusi mereka
akhirnya justru melemahkan mereka sendiri dalam bernegara, berbangsa dan bermasyarakat.
Ketaatan dan ketertundukan terhadap suatu Mahzab secara tak sadar menyeret suatu kaum
pada pengikaran akan ketaatan dan ketertundukan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya.
Empat Imam Mahzab (Imam Syafi’i, Imam Maliki, Imam Hanafi dan Imam Ahmad
bin Hambal) telah melarang pengikut mereka untuk bertaqlid kepada mereka, dan mereka
mengecam orang yang mengambil pendapat mereka tanpa didasarkan kepada hujjah (dalil)
yang nyata. Imam Syafi’i berkata: “Perumpamaan orang yang menuntut ilmu pengetahuan
tanpa didasarkan kepada hujjah laksana orang yang mencari kayu bakar di malam hari,
dimana dia membawa ikatan kayu bakar yang didalamnya ada ular yang berbisa yang akan
mematuknya, dan dia tidak mengetahuinya.” 15
Satu hal yang perlu juga kita pahami bersama adalah bahwa perbedaan mahzab
tersebut hanya sebatas pada masalah-masalah cabang  yang hukumnya  sumir (furu’iyyah)
namun untuk masalah utama adalah hal yang qath’i (jelas).
4.             Penyimpangan Penafsiran Undang-Undang
Dalam berbagai peraturan perundang-undangan khususnya KUHP dan UU Media
Massa, selalu termuat unsur kesopanan, kesusilaan, dan norma agama.
Namun ironisnya, beberapa ahli hukum dan sosial budaya serta penegak hukum tidak
mengindahkan norma agama sebagai salah satu unsur dalam penegakan hukum terhadap
tindak pidana kesusilaan khususnya pornografi dan pornoaksi.
Moh. Mahfud MD mengemukakan, Sistem hukum nasional adalah sistem yang bukan
berdasarkan agama tertentu, tetapi memberi tempat kepada agama-agama yang dianut oleh
rakyat untuk menjadi sumber hukum atau memberi bahan terhadap produk hukum nasional.
Hukum agama sebagai sumber hukum materiil (sumber bahan hukum) dan bukan menjadi
sumber hukum formal (dalam bentuk tertentu sebagai peraturan perundang-undangan).
21
Posisi syariat Islam (hukum Islam) dalam tata hukum nasional merupakan sumber
hukum materiil yang dapat digabung dengan sumber hukum-hukum lainnya kecuali  untuk
hal-hal yang sifatnya pelayanan dalam hal-hal terkait dengan peribatan yang mahdhah seperti
penyelenggaraan haji, zakat dan sebagainya. Negara  tidak dapat mewajibkan berlakunya
hukum agama tertentu, tetapi negara wajib melayani  dan melindungi secara hukum bagi
mereka yang ingin melaksanakan ajaran agamanya dengan kesadarannya sendiri.
Era reformasi, hukum mengalami perkembangan pesat.  Berbagai peratuaran
perundang-undangan dibuat untuk menggantikan peraturan lama yang dipandang tidak sesuai
dengan perkembangan, khususnya terkait perlindungan terhadap HAM, hak konstitusional
warga negara, serta iklim demokrasi. Perkembangan tersebut mempengaruhi politik hukum
                                                        
21
 Moh. Mahfud MD, Op Cit. 16
Islam dalam tata hukum nasional. Beberapa perkembangan tersebut memperkuat kedudukan
hukum Islam sebagai Hukum materiil. Diantaranya pemberian wewenang kepada daerah
untuk membuat peratuaran peratuaran daerah, sejak UU No. 22 tahun 1999 yang materinya
dapat bersumberkan dari hukum agama. UU No. 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh
yang membolehkan dibuatnya Hukum Pidana Islam. Kemudian terakhir UU no 50 Tahun
2009 tentang Perubahan Kedua  UU No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
E. KESIMPULAN
Politik hukum secara etimologi adalah kebijakan hukum, adapun kebijakan sendiri
dalam kamus Besar Bahasa Indonesia berarti rangkaian, konsep dan asas yang menjadi garis
besar dan dasar rencana dalam melaksanakan suatu pekerjaan, kepemimpinan dan cara
bertindak. Dengan kata lain politik hukum adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi
garis besar dan dasar rencana dalam pelaksaaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara
bertindak dalam bidang hukum. Secara terminologi politik hukum adalah legal policy yang
akan atau telah dilaksanakan secara nasional oleh Pemerintah Indonesia.  Legal policy ini
terdiri dari pembangunan hukum yang berintikan pembuatan dan pembaruan terhadap materimateri hukum agar dapat sesuai dengan kebutuhan.
Hukum  Islam berarti seperangkat aturan berdasarkan wahyu Allah dan Sunnah Rosul
tentang tingkah laku manusia mukallaf yang diakui dan diyakini mengikat untuk semua
manusia yang beragama Islam dan muatan yang terdapat dalam hukum Islam mampu
menyelesaikan segala persoalan dalam masyarakat yang tumbuh dan berkembang sejak
ratusan tahun yang lalu. Hukum ini dapat memenuhi aspirasi masyarakat bukan hanya masa
kini tetapi juga dapat dijadikan sebagai bahan acuan dalam mengganti pertumbuhan ekonomi,
politik dan sosial sekarang maupun yang akan datang. 17
Untuk mensyar’ikan peraturan perundang-undangan, Pertama UUD 1945 hasil
amandemen, khususnya pasal-pasal mengenai hak asasi manusia, UU 10/2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan UU 17/2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025. Saat ini semua produk hukum di
Indonesia harus memperhatikan HAM, kesetaraan gender dan anti diskriminasi, Hal kedua
nilai yuridis keagamaan,. terakhir  ialah nilai sosiologis.
Upaya tersebut tidaklah mudah, masih kuatnya pengaruh Teori Receptie dan beberapa
faktor lain : Perubahan Nilai-Nilai Dalam Masyarakat, Pemahaman Yang Keliru Terhadap
Hukum Islam, Perbedaan Mahzab di Dalam Islam dan Penyimpangan Penafsiran UndangUndang menghambat perkembangan Hukum Islam.
Posisi syariat Islam (hukum Islam) dalam tata hukum nasional merupakan sumber
hukum materiil yang dapat digabung dengan sumber hukum-hukum lainnya kecuali  untuk
hal-hal yang sifatnya pelayanan dalam hal-hal terkait dengan peribatan yang mahdhah seperti
penyelenggaraan haji, zakat dan sebagainya. Negara  tidak dapat mewajibkan berlakunya
hukum agama tertentu, tetapi negara wajib melayani  dan melindungi secara hukum bagi
mereka yang ingin melaksanakan ajaran agamanya dengan kesadarannya sendiri 18
DAFTAR PUSTAKA
Appeldoorn, LJ. Van., Pengantar Ilmu Hukum (terjemahan Supomo), (Jakarta: Pradnya
Paramitha), 1981.
Hartono, Sunaryati,  Prof., Dr., CFG., SH, Politik  Hukum menuju Satu sistem Hukum
Nasional, (Bandung : Alumni) 1991.
Kairsy, David . The Politics of Law, A Progressive Critique, (New York: Pantheon Books,)
1990
http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_Islam
Mahfud, Moh. MD,. Prof.,Dr., Politik Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional, Varia
Peradilan majalah Hukum Tahun XXV no. 290 Januari 2010 (Ikahi : Jakarta)
Manan,  Abdul,Prof., Dr., SH. SIP., M.Hum., Hukum Islam Persoalan Masa Kini dan
Harapan Masa Depan dalam Bingkai Pluralisme Bangsa, Jurnal Mimbar Hukum, edisi No.
72, 2010, PPHIMM
Marbun, Rocky, MH.,  Faktor Penghambat Dalam Menerapkan Konsep Hukum Pidana Islam
Dalam Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Pornografi,
http://forumduniahukum.blogspot.com/2010/11/faktor-penghambat-dalam-menerapkan.html.
Radhie, Teuku Muhammad dalam majalah PRISMA, no. 6 tahun keI-II, Desember 1973.
Rajagukguk,  Erman.,  Ilmu Hukum Indonesia: Pluralisme, Disampaikan pada Diskusi Panel
dalam rangka Dies Natalis IAIN Sunan Gunung Djati, Bandungke-37, 2 April 2005.
Syaukani, Imam dan A. Ahsin Thohari, Dasar-dasar Politik Hukum, (Jakarta :Raja Grafindo),
2008.
Tambunan, A.S.S., Politik Hukum Berdasarkan UUD 1945, (Jakarta: Puporis Publishers,)
2002. 19
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan.
Zamzami Mukhtar, Drs. H., SH., MH., Jalan Berliku Mensyar’ikan Undang-Undang,
Badilag.net, Senin, 24 Januari 2011 10:39


Tidak ada komentar:

Posting Komentar